Antara Aku, Covid, dan Akhir Semester

 



Hi, There!

Bagaimana kabarnya, nih? Masih saja galau dengan apa yang harus kalian checkout di beberapa keranjang belanja e-commerce kalian? Atau masih mengatur emosi dan kebosanan yang menghampiri di setiap sabtu dan minggu pagi? Atau… sudah lelah menjampi-jampi cermin kalian dengan kalimat “Yuk, bisa, yuk. Aku mau main.”Hahaha, tenang saja! Sepertinya aku termasuk ke dalam tiga golongan itu, hehe.

Tidak masalah dengan semua itu, Aku hanya berharap ketika kalian membaca semua blog terbaruku, ada rasa tenang di sana.  Setidaknya ada rasa yang sama tentang bagaimana hidup ini harus berjalan sedikit lambat sambil mengatur nafas yang tidak pernah bersekat.

Kalau aku tidak salah hitung, dan masih sadar bahwa aku masih di dalam kamarku, sudah hampir 1 tahun 4 bulan kita semua ditemani dengan tagar #DiRumahAja, dan saat ini kita semua yang berada di wilayah Jawa-Bali sedang menjalani PPKM Darurat Level 4 mulai dari 3 Juli 2021 sampai masa perpanjangan 16 Agustus 2021.

Hmmm, jadi? Sudah berapa judul Drakor (Drama Korea) yang kalian tamati? Sudah berapa Podcast yang kalian dengarkan untuk menghibur diri? Dan sudah berapa banyak kejadian membahagiakan hingga menyesakkan yang kalian jalani? Kali ini, biar aku yang memulai, yah? Beberapa aktivitas yang ku jalani saat #DiRumahAja, yang mungkin bisa jadi rekomendasi bagi kalian semua, here you go!

Ku ceritakan sedikit mungkin tentang aktivitas rutin yang ku jalani, dengan kesempatan yang aku dapat, saat ini aku bekerja di salah satu Brand Baby di Indonesia sebagai Brand Admin. Jadwal kerjaku cukup padat, meski semua karyawan kantor saat ini sedang menjalan Full WFH (Work From Home) mulai PPKM Darurat ini di mulai.

Bekerja mulai pukul 07.30 pagi sampai pukul 16.30 sore, berada di depan laptop, melakukan meeting pagi adalah hal yang ku lakukan terus menerus selama 5 hari dalam seminggu. Pekerjaanku lancar, semua terkendali, namun… Aku tidak berinteraksi langsung (Tatap muka) dengan orang lain adalah hal yang paling menyebalkan di dalam hidup ini. Semakin hari aku rasa jenuh itu seperti mengetuk pintu kamarku sambil melambai dan tersenyum manis.

Dilanjut dengan sabtu pagi, waktu di mana seharusnya aku sedang berada di Universtasku, kini mengharuskanku kembali menatap layar laptop hingga malam tiba. Sungguh semua aktivitas yang berhubungan dengan membuka laptop adalah hal yang melelahkan bagiku.

Sampai aku menyadari bahwa semua kejenuhan ini harus segera diatasi. Aku mulai menyibukan diriku dengan aktivitas lain, seperti mengulang membaca buku-buku lama, membuat konten make up (yang tidak aku post, karena dibuat dengan asal), menyapa teman-teman lama melalui chat hingga melakukan video call  hampir setiap malam, dan sempat memiliki kepercayaan diri yang besar untuk membuat kreasi makanan untuk diriku sendiri. Semua aktivitas itu terasa menyenangkan, namun tak berlangsung lama. Aku menjadi lebih mudah lelah, dan mempertanyakan kembali, "Aku ini sedang apa, sih?"

Lalu aku menyadari, bahwa semua itu ku lakukan atas dasar pemaksaan. Aku terpaksa mengusir jauh-jauh kebosanan yang seharusnya aku persilahkan secara perlahan.

Dengan semua kesibukan itu, aku lagi-lagi mendapat aktivitas tambahan untuk mengurus keluargaku yang sakit, Ibuku sendiri.

Bukan itu saja, pada saat bersamaan, aku pun harus melalui pekan Ujian Akhir Semester sebagai syarat melalui perkuliahan semester 4. Sungguh, jika saja otakku dan api kompor sedang bersebelahan, aku yakin mereka menyapa satu sama lain.

Sehari sebelum UAS dimulai, aku merasa badanku tidak enak, tidak ada energi yang kudapatkan untuk sekadar membersihkan diriku, lemas dan hanya ingin tidur dengan suhu tubuh tinggi dan hidung yang mampat. Keesokan hari, tepat hari pertama pekan UAS, aku mengalami anosmia yang membuatku memutuskan untuk melakukan tes perihal kondisiku. Dengan gejala yang aku alami, aku sudah memasrahkan diri ini jika hasil menunjukan aku terpapar Covid -19. Dan benar saja, pada tanggal 19 Juli 2021, Aku bertemu dengan virus yang sebenarnya tidak ingin ku kenal itu.

Belum selesai dengan kejenuhan saat PPKM ini, aku sudah harus dipaksa melakukan Isolasi Mandiri di dalam kamar selama 14 hari. Ku ulangi, aku harus di dalam kamar selama 14 hari....

Tanpa mengurangi rasa syukurku atas gejala ringan yang aku alami, aku masih bertanya-tanya,


 "Apa yang harus aku lakukan di dalam kamar seorang diri? Dan bagaimana aku menyelesaikan UAS selagi memulihkan diri?"

 

Beberapa temanku menyarankan untuk tidak memikirkan banyak hal, dan untungnya juga aku diberikan kelonggaran oleh kantorku (I'm so happy being there) untuk tidak bekerja selama gejalaku masih ada, namun itu malah membuatku semakin merasa galau dan risih.

Lupakan tentang pekerjaan, hari kedua isolasi mandiri, aku tidak bisa berhenti untuk memikirkan UAS yang sedang ku jalani. Dengan tenggat waktu 6 hari, waktuku tersisa 4 hari untuk menyisakan 2 mata kuliah yang tersisa. Keduanya membuat jurnal penelitian, salah satunya adalah penelitian secara berkelompok dengan seorang teman.

Penelitian tersebut sudah kami lakukan sedari hari pertama pekan UAS, namun dengan kondisiku yang kurang baik, menyebabkan pengerjaan jurnal agak terhambat.  Sebenarnya, dengan kompensasi yang diberikan kantor, aku semakin mempunyai waktu luang untuk mengerjakannya, namun, percayalah, mood ku tidak menyetujuinya.

Banyak sekali yang ingin aku coba lakukan lagi, namun semua malah tidak terlihat mengasyikan karena Covid-19 ini, semua terasa serba salah, sungguh menyebalkan.

Mulai dari mencoba meneruskan cerita Wattpad yang ku buat, menulis blog harian, hingga melanjutkan cerita novel yang sedari dulu bertahan pada draft laptopku, tak ada satupun yang berhasil aku tuntaskan, semua berhenti di tengah jalan.

Bukan aktivitas yang semakin banyak ku selesaikan, malah semakin banyak pertanyaan yang enggan aku tinggalkan.

Pertanyaan itu tentang :


"Apa aku harus merelakan nilaiku?"

"Mengapa semua harus ku lakukan saat aku sakit?"

"Apa tidak apa menjadi biasa saja dalam jurnal yang ku buat?"

 

Kalau boleh jujur, aku sangat berambisi pada nilai akademikku. Baru melanjutkan kuliah setelah gap year 4 tahun, membuat aku tidak ingin menyiakan waktu dengan tidak bersungguh-sungguh dalam perkuliahan ini. Aku sungguh ingin lulus dengan ilmu yang baik. Dan ketika rasa jenuh, lelah, hilang arah itu terjadi di penghujung semester, aku menjadi semakin kalut dan panik, sangat panik.

Namun, pada akhirnya, di malam ketiga saat aku terpapar Covid-19, aku mencoba sekali lagi membaca buku yang belum sempat selesai kubaca, sebuah usaha untuk mengembalikan semangat dan mood ku dengan berimajinasi lewat buku. 

"Keajaiban Toko Kelontong Namiya" karya Keigo Higashino, pengarang dari Jepang ini berhasil membuat semangatku akan sesuatu hal yang luas itu tumbuh. Dan coba tebak apalagi yang membuatku semangat? Ternyata salah satu temanku juga membacanya! Meski memiliki hobi yang sama yakni membaca buku, jarang sekali kami menemukan genre dan judul buku yang sama untuk kita ulas bersama.

Kamipun bertukar pikiran tentang cerita di buku itu, saling tanya sudah sampai halaman berapa, dan bagaimana reaksi saat membaca hal yang tak terduga dari buku tersebut.

Harus kuakui, buku selalu membuatku bangkit dari kekosongan, terlebih "Keajaiban Toko Kelontong Namiya" ini memiliki alur cerita yang tak terduga, saling berkaitan namun tidak memaksa, dan meskipun novel terjemahan Jepang, buku ini tidak dibuat kaku dalam segi bahasa. Jika boleh ku sedikit merekomendasikan buku bergenre fantasi, sudah jelas "Keajaiban Toko Kelontong Namiya" karya Keigo Higashino ini berada di list pertama!  


“Aku lampirkan cover bukunya, ya, mengantisipasi kalau kalian ingin mencarinya, hehe.”

 



(“Keajaiban Toko Kelontong Namiya”, segera ku review di blog selanjutnya!)

 

Dengan semangat yang mulai tumbuh itu, aku membulatkan tekad di dalam hati untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakan Pekan UAS, semampuku, sebisaku. Aku mulai mengatur waktu, pagi berjemur-sarapan-minum obat dan vitamin, lalu siangnya aku mengambil waktu tidur untuk istirahat-membaca buku "Keajaiban Toko Kelontong Namiya"-minum vitamin, dan saat malam tiba sekitar pukul 8, aku memulai membuka laptop untuk mengerjakan jurnal dengan temanku.

Aku dan teman kelompokku berusaha sangat keras, untungnya lagi, aku diberikan teman satu kelompok yang sepemikiran, dan sejalan denganku. Ia sangat mengerti kondisiku, interaksi kami akan materi juga berjalan baik dan lumayan cepat karna mengejar tenggat waktu yang diberikan.

Dengan banyak diskusi, rutinitas mengerjakan jurnal kami selalu berhenti di jam 12 malam, sungguh kami ingin memberikan hasil yang mendekati sempurna dengan keadaan saat itu. Sampai pada hari terakhir pekan UAS, Kami dapat memberikan Dosen kami jurnal yang diinginkan, dan Aku pun menyelesaikan  UAS dari semua mata kuliah yang aku ambil. Pasrah, dan lega.

Aku tahu aku sudah berusaha, dan aku sudah menerima apapun hasilnya, entah hanya mendapat B, bahkan C, karna aku sudah tidak ingin memikirkannya lagi, sudah cukup.

Hari demi hari ku lewati dengan sabar, memulihkan kondisi, beristirahat tidak memikirkan tentang perkuliahan, dan hanya bertukar kabar dengan teman dekatku agar aku tidak merasa kesepian.

14 hari berlalu, Isolasi Mandiri yang aku lakukan akhirnya selesai, dan memang sudah ada gejala sama sekali. Hari berikutnya, aku meyakinkan diri untuk tes PCR Swab agar memastikan bahwa aku sudah sembuh dan menjadi Penyitas Covid 19.

*Penyitas : Seseorang yang pernah terpapar virus corona atau pasien positif Covid-19 yang telah berhasil sembuh dari penyakitnya.

 

Tak bisa aku pungkiri, rasa cemas dan takut akan hasil tes tersebut masih sangat besar, dan enggan pergi sebelum aku menerima hasilnya, satu hari setelah tes.

Namun, semua kekhawatiran itu terjawab sudah, pada tanggal 4 Agustus 2021, hasil tes menyatakan aku Negative Covid 19.

Jangan tanya bagaimana aku mengekspresikannya, aku sangat bahagia dan lega. Menjadi paling aktif dan lebih bawel dari sebelummya sepertinya pun dirasakan teman-teman dan rekan kerjaku. Kini aku tidak lagi gelisah akan kondisiku sendiri. Aku hanya perlu menjaganya kembali seperti dulu kala.

Aku menerima banyak ucapan syukur atas kesembuhanku, ada pula yang memberikanku traktiran karna pada akhirnya aku bisa merasakan Americano dan rasa kopi lainnya. Namun, hal terindah atas kesembuhanku adalah hasil Ujian Akhir Semester yang kujalani pekan lalu.

Dari total 9 mata kuliah dengan jumlah 19 SKS, aku berhasil mendapatkan A di semua mata kuliahku. Aku mendapatkan IPS 4.00 dan berhasil menaikan IPK ku yang tadinya 3.81 menjadi 3.86!

 



I did it!

 

Aku bangga dengan semua yang aku lakukan, terlebih saat ini. Mungkin sebagian orang akan menganggap aku berlebihan, pamer, dan ambisius, namun, biarlah aku menjadi aku seutuhnya. Aku ingin terus mempercayai diriku, tak perduli harus berapa kali aku terjatuh dan berhenti, aku akan tetap kembali.

Selain itu, aku ingin terus menjadi orang yang terbuka akan diriku sendiri, ku harap kalian yang membaca ini juga, ya!

Jika ada sesuatu yang membuat kalian ragu, hilang arah, kosong, tak apa. Percayalah, semua akan berlalu! Lakukanlah beberapa hal yang mungkin menyenangkan bagi kalian, atau sekadar mencoba hal baru yang kalian belum tahu apa efeknya di hidup kalian.

Menulis misalnya? Bercerita, bertukar kabar?

Aku pribadi menyadari, bagaimana susahnya mencari sesuatu yang kita sendiri tidak tahu, apa akar permasalahannya. Namun, yang jelas kita perlu tahu bahwa semua tak harus selesai sekali jalan, adakalanya diri ini berhenti untuk bertahan.

 

Terlebih lagi, aku ada di sini bersama kalian!

 

Kali ini adalah ceritaku, bagaimana aku menuangkannya dalam sebuah blog. Dan kalian bisa, loh!

Jika ada hal yang sulit diucapkan oleh kata-kata, ada jemari yang berusaha untuk mulai menyapa.

Aku tunggu, loh, kisah kalian! Hehe. Dengan apapun yang kalian jalani saat ini, jangan lupa bahwa ada hal yang menunggumu di depan sana, mereka tidak perlu kau sematkan kata yang hanya berpura-pura ada, mereka hanya menantimu untuk hadir bersamanya.

 

Love,

52hz

Comments

Post a Comment

Popular Posts